Keinsyafan yang Bertahap

Pernah suatu ketika, saya mendengar entah kapan pastinya dan entah siapa yang berucap..yang jelas sudah lama dan saya lupa..
Heheh

Orang itu bilang..
"Kita kan muslim. Pilihnya pemimpin yang muslimlah.."

Meski pernah membaca dalil Al Qurannya. Tetap aja, hati masih meronta.
"Lho, kenapa ga boleh pilih yang noni? Kalau jelas lebih baik dari yang muslim?."

"Mending kalau yang muslimnya lebih baik. Mau dah milih yang muslim aja. Lha ini, yang muslimnya masih kalah jago.. masih lebih baik yang noni. Bukannya lebih baik milih yang noni aja?"

Begitu batin saya dalam hati.

Kenapa.. dan kenapa..

Terus bikin saya sempat merasa sebal, kesal, tapi juga penasaran.

"Kenapa kok yaa ngotot banget musti muslim."

Seolah-olah, mereka yang noni berada di bawah kualitas kita. Seolah-olah cuma umat muslim yang benar. Dan malah terkesan kok kita yang muslim, seperti orang egois ya.. kekanak-kanakan.. maunya benar sendiri.. maunya menang sendiri.. seolah-olah.


Waktu terus berlalu, sampai saya mulai lupa hal itu. Tapi, kalau inget ya masih penasaran. Karena memang belum ketemu jawabannya.

Dan beberapa bulan belakangan sepertinya baru saya dapatkan secercah petunjuk. Yang akhirnya membuat saya semakin yakin :
"Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,.."
Qs. Al Baqarah [2] : 2

Allah sendiri yang menjamin bahwa pada Al Quran tidak akan ada satu huruf pun yang akan membuat kita ragu.

Dan secercah petunjuk itu berupa jawaban atas rasa penasaran saya.

"Kenapa harus memilih yang muslim?"

Jawaban pertama, karena Allah jelas-jelas langsung kasih perintah ini.

Kedua, karena kita sebagai seorang hamba-Nya perlu/butuh untuk taat dan tunduk.
Yang artinya, suka ga suka ya musti taat. Ini yang mungkin banyak orang sebut, berusaha ikhlas.
Karena, kalau kita nggak taat, 'nikmat hidup' kita dicabut. Siap???
Hehehe

Ketiga, karena kita bertanggungjawab penuh atas pilihan kita.
Ketika kita memilih pemimpin. Sama halnya dengan memilih :

1) pengawas hajat hidup kita dan seantero penduduk,

2) pembuat kebijakan publik, yang akan mengatur interaksi kita dalam masyarakat

3) orang yang ditaati

Setidaknya, meski saya baru mampu menerka ketiga hal di atas. Tapi jikalau diurai, ketiga peranan pemimpin di atas saja, sudah sangat krusial dan signifikan (berpengaruh) dalam hidup kita.

Misal, kita ambil contoh urusan ekonomi.
Dalam islam, kita pahami bahwa RIBA HARAM.

Jikalau pemimpin kita muslim, tak usahlah kita terlalu susah payah menuntutnya mengerti bahwa RIBA HARAM.

Kenapa?
Karena ia muslim.

Sama seperti kita. Mengenal nilai yang sama. Dan identitas yang sama ini membuat kita berhak mengingatkannya lebih keras, jikalau ia justru membangkang. Kita berhak dan bisa menghakimi/menilainya secara utuh, karena ia dan kita sama-sama muslim.

Nah, kalau kita, dengan tangan kita, dengan kesadaran kita, memilih untuk dipimpin oleh yang nonmuslim (kondisinya tidak dalam keadaan darurat, misal perang, dsb) sedangkan masih tersedia seorang calon pemimpin muslim. Maka, kita akan dapati diri kita pun bertanggungjawab penuh pada pilihan kita.

Kembali ke soal riba. Jikalau pemimpin yang kita pilih adalah nonmuslim. Maka kita harus bersiap dengan konsekuensi bahwa si pemimpin tidak sependapat dengan aturan bahwa RIBA HARAM. Dan mari kita bayangkan, barangkali ia bisa saja (dan sebetulnya berhak pula) mengatakan,
"Lha, wong buku pedomannya beda. Lha wong, keyakinan kita nggak sama. Jangan disama-samain dong."

Dan perlu diingat, bahwa setiap kita, bertindak selalu berdasarkan pada nilai apa yang kita yakini.

Jikalau nilai apa yang kita yakini tidak lah sama, maka bagaimana bisa disama-samakan?

Dan tak akan bisa sama, jika persoalan yang dipersoalkan adalah inti dari segala persoalan. Yakni, Nilai/pemahaman kita tentang bagaimana menjalani kehidupan. Dan agama yang kita anut, mempengaruhi banyak sisi kehidupan kita. Tentu bagi yang merasa memiliki agama..
Heheh

Kesimpulannya, kalau pemimpin kita nonmuslim, sulit bagi kita mengingatkannya untuk mengikuti aturan main yang islami.
Yang kalau menjelang lebaran butuh takbiran.
Yang kalau perempuan mustilah menutup aurat.
Yang kalau sudah waktunya azan perlu memperdengarkan azan.
Yang kalau meramaikan masjid adalah kegiatan yang perlu digencarkan.

Setidaknya, hal-hal baik di atas agak sulit diperjuangkan.

Jikalau faktanya, baik yang muslim maupun yang nonmuslim, sebagian masih tidak sepakat dengan aturan/kebiasaan islami tadi. Mari kita cerna pelan-pelan, kalau yang muslim saja masih sulit diajak 'nego' apalah lagi yang nonmuslim.

Kok pesimis banget sih kayaknya?

Ini bukan pesimis, tapi tepatnya berpikir futuristik..
Hehehe..

Oiya, soal riba.
Kalau pemimpinnya nonmuslim yang jelas tak ada kewajiban meyakini bahwa RIBA HARAM. Dan berhak/ sah-sah saja jika beliau membuat kebijakan yang menghalalkan riba, atau kebijakan yang menghalalkan khamr (yang dalam islam jelas HARAM).

Maka, kita yang memilih pemimpin macam ini juga punya hak yang sama atas akibat perbuatannya.

Kalau ia melakukan 'kesalahan', maka kita pun ikut bertanggungjawab di dalamnya. Kalau harta hasil riba tadi berputar pada keuangan negara/daerah, dan tertelan oleh perut kita, maka ini pun tanggung jawab yang mau tak mau harus kita tanggung bersama.

"Lho kok begitu. Kan dia pemimpinnya. Kita mah bisa apa.?"

Kalau begitu jawab kita, maka ingatlah kembali. Bahwa kita pernah dengan sadar memilih pemimpin yang menyebalkan ini.
Hahaha

"Masih tanya, kita bisa apa?"

So, pilih baik-baik pemimpin kita...
Suara pilihan kita, menentukan masa depan kita bersama..😊

Mari menjadi bijak..

Afwan..

#ojoserius
#yuklahbenahidiri



13 Okt 2016






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Petualangan

Prasangka

Adik dan Kakak