Visi Keluarga Muslim

Menikah

Menikah menjadi penanda akhir dari semua hal yang sifatnya kesendirian. Selanjutnya, hari-hari yang bergulir di depan adalah lembaran kosong yang mencatat kerja besar sepasang suami istri. Kerja besar yang dirancang dalam rangka menanam kebajikan amal sholih.

Tak penting kisah yang dicatat bertabur bunga atau malah peluh derita. Asalkan semuanya bermuara hikmah penambah keimanan, maka kebahagiaan seperti rumah tangga Rasulullah saw pun dapat kita raih.

Rumah Tangga

Rumah tangga ibarat sebuah kendaraan. Ia digunakan untuk menempuh sebuah perjalanan. Seluruh anggota keluarga adalah ibarat penumpang dengan perannya masing-masing.

Penumpang 'ayah dan ibu' ibarat nahkoda dan navigatornya. Merekalah yang memiliki rencana dan akan mengumumkan kepada seluruh anggota keluarga; kemana tujuannya, lama perjalanan yang ditempuh, dan apa yang akan dilakukan sesampainya. Berdasarkan informasi tsb, maka setiap anggota keluarga dapat mengukur persiapannya, apa saja bekal yang dibutuhkan.

Tujuan Kita

"Kalau kita mati apa yang kita bawa?"
Mari tanyakan ini pada diri sendiri & keluarga kita.

Islam sesungguhnya mengajarkan agar muslim memiliki visi akhirat. Tidak hanya individu, bahkan Islam mengajarkan penganutnya untuk membangun visi keluarga muslim yang berorientasi akhirat.

Sandaran Pemikiran

3 ayat ini setidaknya dapat menjadi sandaran pemikiran & motivasi beramal di dalam kehidupan berkeluarga:

1) Qs. Al Furqon: 74
"Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa."

Ada 2 tadabbur dalam doa ini:
a. Ayat ini mendahululan kata pasangan, baru kemudian menyebut keturunan.

Hal ini mengisyaratkan 2 hikmah kausalitas yang agung:
Pertama, seseorang secara wajar, belum mendapatkan keturunan sebelum mempunyai pasangan yang sah secara syariat.
Kedua, setiap kita berharap besar melahirkan keturunan yang menyejukkan pandangan mata. Dan itu baru akan terjadi saat telah terajut dengan baik pasangan yang menyejukkan pandangan mata.
Jika tidak, akan sulit melahirkan keturunan istimewa saat carut marut rajutan antar pasangan terjadi. Sehingga kegundahan selalu menjadi awan hitam yang bergelayut di langit rumah tangga.

b. Mendahulukan doa: penyenang hati (kami) baru kemudian bunyi doa: jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

penyenang hati (kami)
Inilah proses yang hari ini hilang. Yaitu, lahirnya para pemimpin adalah proses panjang yang dilahirkan dari rahim setiap rumah tangga muslim.

Rumah adalah tempat pertama dan utama untuk lahirnya para pemimpin istimewa yang adil. Mereka yang telah mampu menyejukkan pandangan mata di rumahnya, maka diharapkan kelak saat amanah besar itu datang, ia menjadi pemimpin yang istimewa.

Sekaligus menjadi teguran keras bagi setiap keluarga muslim. Bahwa gagalnya kelahiran pemimpin istimewa nan adil adalah bukti kegagalan keluarga muslim dalam mendidik pondasi awal mereka sebagai calon pemimpin yang menyejukkan pandangan mata di rumah.

jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Resapilah, betapa tinggi harapan keluarga muslim terhadap generasinya. Ketinggian itu bisa kita pahami dari harapan bahwa generasi kita kelak akan menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. (Jika yg dipimpin saja sdh bertakwa apalah lagi sang pemimpin)

2) Qs. At Tahrim : 6
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."

Ayat ini mengingatkan kita, khususnya kepada para kepala keluarga bahwa dari sekian banyak aktivitas yang kita lakukan dalam kehidupan ini adakah menghindarkan diri dan keluarga kita dari api neraka itu sebagai sebuah misi utama.
Pernahkah tugas utama ini kita pikirkan secara serius?

(Contoh: Ketika anak yang belum lancar membaca Al Quran dianggap biasa saja, sedangkan anak yang nilai pelajarannya buruk lantas dipermasalahkan luar biasa).

*(Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib saat kecil hendak memakan sepotong kurma sedekah. Lantas Rasulullah saw mengingatkan, "Tidakkah kamu tahu kalau kita dilarang memakan harta sedekah?". Bahkan ada riwayat, beliau sampai melakukan tindakan, sehingga kurma itu benar-benar keluar dari mulut mungil sang cucu.)

Haram bagi Rasulullah dan keluarganya serta keturunannya untuk memakan harta sedekah. Itu yang ada di benak Rasulullah saw sebagai kakek yang menjaga keluarganya dari api neraka.

Untuk melihat hasil pendidikan nabawiyah ini, silahkan baca biografi kebesaran Hasan bin Ali ini. Orang yang diakui kesholihannya oleh semua orang,  kepemimpinannya di dunia hingga di surga nanti.

Jadi jagalah keluarga dari segala hal yang akan menjerumuskan generasi kita ke dalam neraka. Agar kelak lahir Hasan-Hasan lain dari rahim kita.

3) Qs. Ath Thur: 21
"Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya."

Bayangkan, ayah bunda sedang bercengkerama dengan anak-anak. Kemudian kalimat seperti ini mengalir:

"Nak, kesenangan ini nanti akan kita lanjutkan di surga."

"Nak, ingin gak sih ketemu ayah dan bunda lagi nanti di surga."

Sebuah kalimat pembuka untuk selanjutnya para orang tua bisa memasukkan semua nilai yang baik atau menasihati untuk meluruskan yang bengkok.

Dialog ini penting, sehingga setiap anggota keluarga paham untuk memelihara niat dalam menjalankan ibadah dan berusaha menjalankannya dengan sebaik mungkin agar diterima Allah swt.

Bila sholat, maka berusaha tepat waktu dan dilakukan secara berjamaah. Selain itu, sholat malam, puasa, sedekah, dan ibadah lainnya menjadi kebiasaan baik yang selalu dihidupkan. Semua itu agar menjadi bekal perjalanan sebuah tempat yang akan dituju, yaitu berkumpul kembali di surga sebagai tempat kembali yang abadi.




.
.
.
.
.

Dikutip keseluruhan dari buku Parenting Nabawiyah_ Inspirasi dari Rumah Cahaya karya Ust. Budi Ashari, Lc.





3 Des 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Petualangan

Prasangka

Adik dan Kakak